“LAMPION MERAH” DI KOTA BENTENG: EKSISTENSI MASYARAKAT PENGANUT AGAMA KONGHUCU DI TANGERANG ERA ORDE BARU SAMPAI REFORMASI (1967-2000)

GHAIBI NU ASBARA, . (2023) “LAMPION MERAH” DI KOTA BENTENG: EKSISTENSI MASYARAKAT PENGANUT AGAMA KONGHUCU DI TANGERANG ERA ORDE BARU SAMPAI REFORMASI (1967-2000). Sarjana thesis, UIVERSITAS NEGERI JAKARTA.

[img] Text
COVER.pdf

Download (775kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (328kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (381kB) | Request a copy
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (317kB) | Request a copy
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (163kB) | Request a copy
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (227kB)
[img] Text
LAMPIRAN.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB) | Request a copy

Abstract

Ghaibi Nu Asbara, “Lampion Merah” di Kota Benteng: Eksistensi Masyarakat Penganut Agama Konghucu di Tangerang Era Orde Baru Sampai Reformasi (1967-2000)”, Skripsi, Jakarta: Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, 2023. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana eksistensi masyarakat penganut agama Konghucu di Tangerang pada masa pemerintahan Orde Baru yang dimulai dari tahun 1967 sampai masa reformasi tahun 2000. Tahun 1967 dipilih menjadi batasan awal dari penelitian ini dikarenakan pada tahun ini dikeluarkan Instruksi Presiden No 14 Tahun 1967 tentang adat istiadat Cina yang membuat kehidupan orang-orang Tionghoa di seluruh Indonesia mengalami diskriminasi terutama dalam aspek kebudayaan dan kepercayaan. Wilayah Tangerang dipilih oleh peneliti dikarenakan memiliki basis Pecinan yang cukup besar dan khas, orang-orang Tionghoa di Tangerang sudah mengalami proes pembauran yang sangat lama, namun diantara mereka banyak yang tetap memegang teguh kepercayaan Konghucu sebagai ajaran luhur, selain itu mereka juga gigih dalam melestarikan tradisi kebudayaan dan keagamaannya. Persoalan-persoalan yang timbul ketika Orde Baru membuat para penganut agama Konghucu melakukan berbagai cara demi menjaga eksistensinya sampai tahun 2000, ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Tahun 1967 No 14. Setelah Inpres Ini dicabut maka orang-orang Tionghoa bisa kembali memeluk agama sesuai keinginannya dan kembali mengekspresikan ke Tionghoa-an mereka tanpa halangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Sejarah dengan tahapan Pemilihan topik, heuristik, kritik/verivikasi, interpretasi, dan historiografi, penelitian ini juga menggunakan pendekatan deskriptif-naratif. Sumber yang digunakan untuk menulis penelitian ini adalah sumber primer yang terdiri dari hasil wawancara dengan Budayawan Tionghoa Tangerang yang mengalami masa-masa Orde Baru, serta berbagai Arsip yang terkait dengan tema penelitian, sedangkan sumber sekunder yang digunakan adalah buku-buku serta penelitian terdahulu yang membahas tentang etnis Tionghoa dan agama Konghucu. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa masyarakat Tionghoa-Konghucu yang berada di Tangerang berasal dari orang-orang Tiongkok yang melakukan perdagangan dan pelayaran di masa lampau, masyarakat Tionghoa-Konghucu tersebut mengalami proses pembauran yang sudah cukup lama, namun mereka tetap terdampak kebijakan pemerintah di era Orde Baru yang sangat membelenggu orang Tionghoa-Konghucu di Tangerang dalam berbagai aspek kehidupan mereka, seperti diskriminasi agama hingga masalah kependudukan, sehingga upaya-upaya seperti perubahan administrasi kependudukan, pemertahanan tadisi kebudayaan, serta pembangunan fasilitas penunjang agama Konghucu yang di motori oleh organisasi dan lembaga Tionghoa di Tangerang dilakukan demi menjaga eksistensi keagamaan dan kebudayaan mereka. Kata Kunci: Tangerang, Tionghoa, Konghucu, Orde Baru Ghaibi Nu Asbara, “Red Lanterns” in the Fort City: Existence of the Confucian Society in Tangerang from the New Order Era to the Reformation (1967-2000)”, Thesis, Jakarta: History Education Study Program, Faculty of Social Sciences, Jakarta State University, 2023. This study aims to explain how the existence of the Confucian religious community in Tangerang during the New Order era which started from 1967 until the reform period in 2000. 1967 was chosen as the initial limit of this research because in this year Presidential Instruction Number 14 of 1967 was issued concerning Chinese customs which made the lives of Chinese people throughout Indonesia experience discrimination, especially in aspects of culture and beliefs. The Tangerang area was chosen by the researcher because it has a fairly large and distinctive Chinatown base, the Chinese in Tangerang have experienced a very long assimilation process, but many of them still adhere to Confucian beliefs as noble teachings, besides that they are also persistent in overcome cultural and religious traditions. The problems that arose when the New Order forced adherents of the Confucian religion to take various measures to maintain its existence until 2000, when President Abdurrahman Wahid revoked the Presidential Instruction Number 14 of 1967. After this presidential instructions was repealed, Chinese people could return to embracing religion according to their wishes and return to expressing their Chineseness without hindrance. The method used in this study is the historical method with heuristic, criticism/verification, interpretation, and historiography stages. This research also uses a descriptive-narrative approach. The sources used to write this research are primary sources consisting of interviews with Tangerang Chinese culturalists who experienced the New Order era, as well as various archives related to the research theme, while the secondary sources used are books and previous research that discuss the Chinese ethnicity and Confucianism. The results of this study indicate that the Chinese-Confucian community in Tangerang came from Chinese people who carried out trade and shipping in the past, the Chinese-Confucian community experienced a long assimilation process, but they were still affected by government policies in the era of The New Order which severely shackled the Chinese-Confucian people in Tangerang in various aspects of their lives, such as religious discrimination to population problems, so that efforts such as changes in population administration, maintaining cultural traditions, and building supporting facilities for the Confucian religion were driven by organizations and institutions. The Chinese in Tangerang were carried out in order to maintain their religious and cultural existence. Keywords: Tangerang, Chinese, Confucianism, New Order

Item Type: Thesis (Sarjana)
Additional Information: 1). Humaidi, M.Hum. 2). Muhammad Hasmi Yanuardi, S.S., M.Hum.
Subjects: Ilmu Sejarah > Kronologis Sejarah
Geografi, Antropologi > Budaya, Adat Istiadat
Ilmu Sosial > Kondisi Sosial,Masalah Sosial,Reformasi Sosial
Ilmu Sosial > Komunitas Sosial, Ras dan Kelompok
Divisions: FIS > S1 Pendidikan Sejarah
Depositing User: Users 16937 not found.
Date Deposited: 23 Feb 2023 06:24
Last Modified: 23 Feb 2023 06:24
URI: http://repository.unj.ac.id/id/eprint/37134

Actions (login required)

View Item View Item