KOMUNITAS ETNIS TIONGHOA DI BOGOR (1980-2003)

ANINDA ANNISA WIJAYA, . (2020) KOMUNITAS ETNIS TIONGHOA DI BOGOR (1980-2003). Sarjana thesis, UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA.

[img] Text
COVER.pdf

Download (3MB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (474kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (595kB) | Request a copy
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (649kB) | Request a copy
[img] Text
BAB IV.pdf

Download (323kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (450kB)
[img] Text
LAMPIRAN.pdf

Download (7MB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Komunitas Etnis Tionghoa di Bogor pada tahun 1980-2003. Periode tersebut dipilih karena pada tahun 1980 bertepatan dengan keluarnya Inpres No. 2 tahun 1980 tentang bukti kewarganegaraan Republik Indonesia bagi warga negara keturunan asing dan Keppres No. 13 tahun 1980 tentang penyederhanaan prosedur bagi orang “Tionghoa asing” untuk memperoleh naturalisasi sebagai WNI. Kebijakan yang dikeluarkan pada tahun 1980 tersebut akan menentukan keberlangsungan hidup etnis keturunan Tionghoa di Indonesia. Sedangkan titik akhir penelitian tahun 2003, ketika Tahun Baru Imlek menjadi libur nasional untuk pertama kalinya setelah rezim Orde Baru runtuh. Ketika dikeluarkan Keppres No. 6 tahun 2000 oleh Abdurahman Wahid, keputusan tersebut isinya mencabut Inpres No. 14 tahun 1967. Kemudian Imlek menjadi hari libur nasional dinyatakan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pidato perayaan Imlek 2533 di Arena Pekan Raya Jakarta pada hari Minggu, 17 Februari 2002. Penelitian ini menggunakan metode historis dengan data yang didapat dari hasil wawancara maupun kajian kepustakaan dan disajikan secara deskriptif-naratif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kehidupan etnis Tionghoa di Bogor telah mengalami akulturasi kebudayaan dengan masyarakat lokal, yaitu Suku Sunda. Masa pemerintahan Orde Baru banyak mengeluarkan kebijakan yang dibuat untuk mempercepat proses asimilasi etnis Tionghoa agar segera menanggalkan semua ciri khas kebudayaan Tionghoanya. Diskriminasi yang dirasakan oleh etnis Tionghoa berlangsung selama masa pemerintahan Orde Baru hingga tahun 1998. Ketika peristiwa Kerusuhan Mei 1998 kegiatan sehari-hari di Kota Bogor turut berhenti untuk menekan kerusuhan massa agar tidak meluas. Kemudian semenjak tahun 2000 kebebasan berekspresi mulai dirasakan kembali oleh etnis Tionghoa sebab dapat merayakan Hari Raya Imlek dan Cap Go Meh. Hal tersebut berlandaskan pada keputusan Presiden Abdurrahman Wahid yang mengeluarkan Kebijakan Presiden No. 6 Tahun 2000 . Kata Kunci: Etnis Tionghoa, Orde Baru, Bogor. ANINDA ANNISA WIJAYA. Chinese Ethnic Community in Bogor (1980-2003). Bachelor Thesis. Jakarta. Study Program of History Education, Faculty of Social Sciences, State University of Jakarta. 2020. This research to describe the Chinese Ethnic Community in Bogor in 1980-2003. The period was chosen because in 1980 it regarding with the issuance of Presidential Instruction No. 2 of 1980 concern proof of citizenship of the Republic of Indonesia for citizens of foreign descent and Presidential Decree No. 13 of 1980 concerning the simplification of procedures for "foreign Chinese" people to obtain naturalization as Indonesian citizens. The policy issued in 1980 would determine the survival of ethnic Chinese in Indonesia. Whereas the final point of research in 2003, when the Chinese New Year became a national holiday for the first time after the New Order regime collapsed. When issued Presidential Decree No. 6 of 2000 by Abdurahman Wahid, this decision revoked Presidential Instruction No. 14 of 1967. Then the Chinese New Year became a national holiday declared by President Megawati Soekarnoputri in a 2533 Chinese New Year celebration speech at the Jakarta Fair Arena on Sunday, February 17, 2002. This study used a historical method with data obtained from interviews and literature studies and presented in a descriptive-narrative manner. The results of this study indicate that the ethnic Chinese life in Bogor has experienced cultural acculturation with the local community, namely the Sundanese. During the New Order government issued many policies that were made to accelerate the process of assimilation of ethnic Chinese to immediately strip away all the characteristics of Chinese culture. Discrimination felt by the Chinese ethnic lasted during the New Order government until 1998. When the May 1998 riots, daily activities in the city of Bogor also stopped to suppress mass unrest so that would not spread. Then since 2000 freedom of expression began to be felt again by the Chinese because they can celebrate Chinese New Year and Cap Go Meh. This is based on the decision of President Abdurrahman Wahid who issued Presidential Policy No. 6 of 2000. Keywords: Chinese ethnic, New Order, Bogor.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Additional Information: 1). Dr. Kurniawati, S.Pd., M.Si. ; 2). M. Hasmi Yanuardi, S.S., M.Hum
Subjects: Ilmu Sejarah > Kronologis Sejarah
Divisions: FIS > S1 Pendidikan Sejarah
Depositing User: Users 1250 not found.
Date Deposited: 04 Mar 2020 10:29
Last Modified: 04 Mar 2020 10:29
URI: http://repository.unj.ac.id/id/eprint/4437

Actions (login required)

View Item View Item