UPAYA PEMERINTAH DAN KAUM EKSIL DALAM MENGUSAHAKAN KEPULANGAN KE INDONESIA (1998–2004)

TIARA NUR AINI, . (2025) UPAYA PEMERINTAH DAN KAUM EKSIL DALAM MENGUSAHAKAN KEPULANGAN KE INDONESIA (1998–2004). Sarjana thesis, UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA.

	Text COVER REPOSITORY TIARA NUR AINI.pdf Download (631kB)
	Text BAB 1 REPOSITORY TIARA NUR AINI.pdf Download (356kB)
	Text BAB 2 REPOSITORY TIARA NUR AINI.pdf Restricted to Registered users only Download (687kB) | Request a copy
	Text BAB 3 REPOSITORY TIARA NUR AINI.pdf Restricted to Registered users only Download (535kB) | Request a copy
	Text BAB 4 REPOSITORY TIARA NUR AINI.pdf Restricted to Registered users only Download (266kB) | Request a copy
	Text DAFTAR PUSTAKA REPOSITORY TIARA NUR AINI.pdf Download (304kB)
	Text LAMPIRAN REPOSITORY TIARA NUR AINI.pdf Restricted to Registered users only Download (407kB) | Request a copy

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara deskriptif-naratif upaya kaum eksil dan pemerintah terhadap hak eksil untuk dapat kembali ke Indonesia, terutama dalam mendapatkan hak kewarganegaraan. Penelitian ini menggunakan metode historis, sesuai dengan Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah yang membagi langkah-langkah penelitian sejarah menjadi lima tahapan, yaitu penentuan topik, heuristik atau pengumpulan sumber, verifikasi atau kritik sumber, interpretasi atau penafsiran, dan terakhir penulisan sejarah. Penelitian ini dibatasi oleh pembatasan temporal dan spasial, di mana batasan temporal yang dibahas dimulai sejak tahun 1998 ketika mundurnya kekuasaan Soeharto dan dimulainya masa reformasi, sampai dengan tahun 2004 saat berakhirnya masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Sementara, batasan spasial penelitian ini yaitu fokus membahas mengenai kaum eksil yang menetap di luar negeri dan mendapatkan suaka di Prancis, Belanda, Jerman, dan Swedia. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa setelah era reformasi dimulai, pendekatan antara kaum eksil dan pemerintah mulai terjalin. Pada masa Abdurrahman Wahid pemerintah mulai membuka ruang komunikasi dengan menyelenggarakan forum diskusi di Belanda bersama sejumlah eksil untuk membahas pembentukan kebijakan pemulangan eksil dan pemulihan status kewarganegaraan Indonesia. Kebijakan serupa dilanjutkan pada masa pemerintahan selanjutnya, Megawati Soekarnoputri ketika menjabat mengesahkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan memberi ruang kemudahan bagi eksil yang ingin kembali ke Tanah Air dan memulihkan kewarganegaraannya. Namun praktiknya tidak berjalan dengan lancar dan cenderung stagnan sehingga untuk mengatasi keterbatasan hukum, para eksil memutuskan untuk menempuh strategi naturalisasi menjadi warga negara asing untuk dapat mengatasi hambatan administratif dalam mengunjungi Indonesia. Meski demikian, mereka tetap aktif menyuarakan pentingnya rekonsiliasi dan pengakuan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia 1965 hingga ke forum internasional, sebagaimana ditunjukkan oleh kehadiran Ibrahim Isa di Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa. **** This research aims to explain descriptively-narratively the efforts of exiles and the government towards the rights of exiles to be able to return to Indonesia, especially in obtaining citizenship rights. This research uses the historical method by Kuntowijoyo in his book Introduction to Historical Science, which divides the steps of historical research into five stages, namely determining the topic, heuristics or collecting sources, verification or criticism of sources, interpretation, and finally writing history. This research is limited by temporal and spatial restrictions, where the temporal restrictions discussed began in 1998 when Soeharto's power resigned and the reformation period began, until 2004, when Megawati Soekarnoputri's reign began. Meanwhile, the spatial limitation of this research is that it focuses on exiles who live abroad and seek asylum in France, the Netherlands, Germany, and Sweden. Based on the results of this research, it can be concluded that after the reform era began, the approach between the exiles and the government began to be established. During Abdurrahman Wahid's time, the government began to open a communication space by organizing a discussion forum in the Netherlands with a number of exiles to discuss the formation of exile repatriation policies and the restoration of Indonesian citizenship status. A similar policy was continued during the next administration, when Megawati Soekarnoputri passed Law No. 27/2004 on the Truth and Reconciliation Commission (TRC) and made it easier for exiles who wanted to return to the country and restore their citizenship. However, the practice did not run smoothly and tended to stagnate, so to overcome the limitations of the law, the exiles decided to take the strategy of naturalizing as foreign citizens to be able to overcome administrative obstacles in visiting Indonesia. Nevertheless, they continue to actively voice the importance of reconciliation and recognition of the 1965 human rights violations to international forums, as demonstrated by Ibrahim Isa's presence at the United Nations High Commission on Human Rights in Geneva.

Item Type:	Thesis (Sarjana)
Additional Information:	1). Humaidi, S.Pd., M.Hum. ; 2). Dr. Kurniawati, M.Si.
Subjects:	Sejarah Dunia > Indonesia
Divisions:	FIS > S1 Pendidikan Sejarah
Depositing User:	Tiara Nur Aini .
Date Deposited:	08 Aug 2025 05:58
Last Modified:	08 Aug 2025 05:58
URI:	http://repository.unj.ac.id/id/eprint/59154

Available Versions of this Item

• UPAYA PEMERINTAH DAN KAUM EKSIL DALAM MENGUSAHAKAN KEPULANGAN KE INDONESIA (1998–2004) (Skripsi). (deposited 07 Aug 2025 04:42)
  • UPAYA PEMERINTAH DAN KAUM EKSIL DALAM MENGUSAHAKAN KEPULANGAN KE INDONESIA (1998–2004). (deposited 08 Aug 2025 05:58) [Currently Displayed]

Actions (login required)

View Item