BELANDA DEPOK : KOMUNITAS KRISTEN DEPOK YANG BERBUDAYA INDIS (TAHUN 1873-1952)

EDITH PINGKAN HARDYANTI, . (2022) BELANDA DEPOK : KOMUNITAS KRISTEN DEPOK YANG BERBUDAYA INDIS (TAHUN 1873-1952). Sarjana thesis, UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA.

[img] Text
01 COVER.pdf

Download (1MB)
[img] Text
02 BAB I.pdf

Download (420kB)
[img] Text
03 BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (559kB) | Request a copy
[img] Text
04 BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB) | Request a copy
[img] Text
05 BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (802kB) | Request a copy
[img] Text
06 BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (296kB) | Request a copy
[img] Text
07 DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (348kB)
[img] Text
08 LAMPIRAN.pdf
Restricted to Registered users only

Download (4MB) | Request a copy

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya istilah kaum “Belanda Depok” akibat berkembangnya kebudayaan Indis yang lebih menonjolkan unsur-unsur budaya Eropa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kebudayaan Indis kaum Belanda Depok dalam membentuk identitas kaum “Belanda Depok”. Tahun 1873 menjadi awal berkembangnya kebudayaan Indis setelah didirikannya sekolah ‘khusus’ Depok (Depoksche Speciale School) yang mewajibkan penggunaan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan tahun 1952 menjadi akhir periode yang ditandai dengan berdirinya Lembaga Cornelis Chastelein (LCC), yaitu badan yang mempertahankan identitas dan budaya kaum Belanda Depok. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yaitu, heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Model penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan sosial-budaya menggunakan teori kebudayaan, identitas, dan semiologi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa latar belakang historis yang tumbuh bersama kebiasaan Eropa dan mendapatkan persamaan status dengan orang Eropa (gelijkgesteld) membentuk gaya hidup kaum Belanda Depok yang berorientasi pada nilai-nilai budaya Eropa. Oleh karena itu, muncul istilah “Belanda Depok”. Percampuran antara kebudayaan Eropa yang bercampur dengan kebudayaan lokal setempat disebut kebudayaan Indis. Kebudayaan Indis pada kaum Belanda Depok berkembang melalui 7 unsur kebudayaan universal, yang di antaranya: agama, pendidikan, bahasa, peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, dan kesenian. Pada masa kolonial Belanda, kebudayaan indis kaum Belanda Depok mencapai puncaknya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Namun, pada masa revolusi kemerdekaan 1945-1946, kaum Belanda Depok dianggap sebagai antek-antek Belanda akibat identitas yang terbentuk dari kebudayaan Indis. Pada tahun 1952 terbentuklah Lembaga Cornelis Chastelein (LCC) yang mempertahankan identitas kaum Belanda Depok. ***** This research is motivated by the emergence of the term "Belanda Depok" due to the development of Indisch culture which emphasizes elements of European culture. This study aims to analyze how the Indische culture of Belanda Depok in shaping the identity of the "Belanda Depok". Year 1873 marked the development of Indisch culture after the establishment of a 'special' school in Depok (Depoksche Speciale School) which required the use of Dutch as the language of instruction and 1952 marked the end of a period marked by the establishment of the Cornelis Chastelein Institute (LCC), a body that maintains identity and culture of Belanda Depok. The research method used is historical research methods, namely, heuristics, criticism, interpretation and historiography. This research model is a descriptive analysis with a socio-cultural approach using the theory of culture, identity, and semiology. The results of this study indicate that the historical background that grew with European customs and obtained equal status with Europeans (gelijkgesteld) formed the Belanda Depok lifestyle which was oriented to European cultural values. Therefore, the term "Belanda Depok" emerged. The mixture of European culture mixed with local local culture is called Indisch culture. Indisch culture in the Belanda Depok developed through 7 elements of universal culture, which include: religion, education, language, tools and equipment for life, livelihoods, social systems, and the arts. During the Dutch colonial period, the Indisch culture of the Belanda Depok reached its peak in the late 19th and early 20th centuries. However, during the 1945-1946 independence revolution, Belanda Depok were considered as accomplices of the Dutch due to the identity formed from Indisch culture. In 1952 the Cornelis Chastelein Institute (LCC) was formed, which maintained the identity of the Belanda Depok.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Additional Information: 1). Humaidi, M.Hum 2). Dr. Umasih, M.Hum
Subjects: Ilmu Sejarah > Aneka Ragam Sejarah dan Teori Sejarah
Ilmu Sejarah > Kronologis Sejarah
Ilmu Sejarah > Genealogi
Ilmu Sosial > Komunitas Sosial, Ras dan Kelompok
Divisions: FIS > S1 Pendidikan Sejarah
Depositing User: Users 15425 not found.
Date Deposited: 30 Aug 2022 03:29
Last Modified: 30 Aug 2022 03:29
URI: http://repository.unj.ac.id/id/eprint/33795

Actions (login required)

View Item View Item