TOKO ROTI TANEK TJOAN: DARI PRAGMATIS KELEGENDARIS (1920-1986)

RANDI SYAH, . (2021) TOKO ROTI TANEK TJOAN: DARI PRAGMATIS KELEGENDARIS (1920-1986). Sarjana thesis, UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA.

[img] Text
Cover (fix).pdf

Download (904kB)
[img] Text
BAB I.pdf

Download (514kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (553kB) | Request a copy
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (516kB) | Request a copy
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (343kB) | Request a copy
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (414kB)
[img] Text
LAMPIRAN.pdf
Restricted to Registered users only

Download (578kB) | Request a copy

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai sejarah kebudayaan yaitu makanan roti, yang berjudul Toko Roti Tan Ek Tjoan dari Pragmatis ke Legendaris khususnya pada tahun 1920-1986. Periode ini diambil karena tahun 1920 bertepatan dengan berdirinya sebuah perusahaan roti Tan Ek Tjoan pada pemerintahan Hindia Belanda, dimana pemilik toko roti ini merupakan orang yang berasal dari keturunan Tionghoa, mendirikan sebuah toko roti ditengah-tengah kebijakan pemeintah Hindia Belanda yang terdapat stratifikasi sosial, kemudian dapat membaurkan seluruh lapisan masyarakat diantaranya ada masyarakat Eropa, Tionghoa, serta masyarakat setempat yaitu pribumi. dalam hal kebudayaan mengonsumsi roti. Meskipun terdapat pemisahan antara ras, Eropa, Tionghoa serta Pribumi, Tan Ek Tjoan turut berperan dalam gerakan pembaharuan (asimilasi) yang kemudian melalui roti sentimen antar etnis berkurang. Sebagai titik akhir penelitian tahun 1986, dimana di tahun tersebut toko roti ini berhasil melewati beberapa krisis yang melanda keturunan Tionghoa di Indonesia secara umum, tetapi toko roti Tan Ek Tjoan yang pemiliknya berasal dari keturunan Tionghoa tidak ikut menjadi sasaran diskriminasi sosial akibat dampak dari kebijakan asimilasi Orde Baru dan justru mereka bersama penduduk non-Tionghoa setempat saling bekerja sama dalam menjalankan roda bisnis tersebut. Tan Ek Tjoan sempat berganti nama dampak dari kebijakan pemerintah Orde Baru, kemudian pada tahun 1986, Tan Ek Tjoan kembali menggunakan nama awal. Sisi kebertahanan dan begitu populernya toko roti ini berhasil menjadikan salah satu roti tertua di Indonesia yang legendaris. Penelitian ini menggunakan metode historis dengan data yang didapat dari hasil wawancara maupun hasil kajian kepustakaan dan disajikan secara deskriptif-naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehidupan sosial dari tiga golongan kelas sosial berdasarkan ras dari kebijakan pemerintah Hindia Belanda ini telah mengalami asimilasi kebudayaan dengan sama-sama membaur satu sama lain dalam kegemaran mengonsumsi roti, dan terbangunnya relasi sosial. Adanya asimilasi kebudayaan dan integrasi antara orang Tionghoa di Suryakencana dengan penduduk setempat, membuat hubungan interaksi antara kedua masyarakat tersebut terjalin dengan baik dan tidak terpengaruh oleh kebijakan-kebijakan pemerintah Orde lama hingga Orde Baru yang dirasa oleh pemilik toko roti Tan Ek Tjoan dimana pemiliknya tersebut berasal dari keturunan Tionghoa. Pengaruh keragaman etnis ikut serta membentuk sebuah kebudayaan, kebudayaan yang dimaksud adalah mengonsumsi roti. ************* This study aims to describe the cultural history of the bread food entitled Toko Roti Tan Ek Tjoan from Pragmatic to Legendary, especially in the years 1920-1986. This period was taken because 1920 coincided with the establishment of a Tan Ek Tjoan bread company in the Dutch East Indies government, where the owner of this bakery was a person of Chinese descent, who set up a bakery in the midst of the Dutch East Indies government policy which contained social stratification, then can assimilate all levels of society including European, Chinese, and local communities, namely the natives. in terms of culture of consuming bread. Despite the separation between races, Europeans, Chinese and Indigenous people, Tan Ek Tjoan played a role in the renewal movement (assimilation) which then reduced the sentiment between ethnic groups. As the final point of research in 1986, in that year this bakery managed to get through several crises that hit Chinese descendants in Indonesia in general, but the Tan Ek Tjoan bakery whose owners came from Chinese descent was not subject to social discrimination due to the impact of the assimilation policy. The New Order and they together with local non-Chinese residents worked together in running the business. Tan Ek Tjoan had changed the name due to the impact of the New Order government policy, then in 1986, Tan Ek Tjoan returned to using his initial name. The side of sustainability and the popularity of this bakery has succeeded in making one of the legendary oldest bakeries in Indonesia. This study uses historical methods with data obtained from interviews and literature studies and presented descriptively-narrative. The results showed that the social life of the three social class groups based on race from the policy of the Dutch East Indies government had experienced cultural assimilation by blending together with each other in their penchant for eating bread, and building social relations. The existence of cultural assimilation and integration between the Chinese in Suryakencana and the local population, made the interaction between the two communities well-established and was not influenced by the policies of the Old Order to the New Order which were felt by the owner of the bakery Tan Ek Tjoan where the owner was from of Chinese descent. The influence of ethnic diversity participates in shaping a culture, the culture in question is eating bread.

Item Type: Thesis (Sarjana)
Additional Information: 1). Humaidi, M.Hum. ; 2). M. Hasmi Yanuardi, S.S., M.Hum.
Subjects: Ilmu Sosial > Kewirausahaan
Divisions: FIS > S1 Pendidikan Sejarah
Depositing User: Users 9258 not found.
Date Deposited: 01 Mar 2021 06:52
Last Modified: 02 Mar 2021 05:06
URI: http://repository.unj.ac.id/id/eprint/13445

Actions (login required)

View Item View Item